WELCOME TO MY BLOG...

Senin, 25 Mei 2009

Dari Beringharjo,Asem Gede,Mangkubumi ke Kuncen.

Feature (Fenomena Malam Kota Yogyakarta).
Jogja surga klithikan, ungkapan itu sempat populer di era-1997, semasa krisis ekonomi mendera bangsa Indonesia. Di sudut-sudut Kota Yogyakarta, banyak bermunculan pedagang-pedagang kaki lima yang tidak hanya menjual pakaian atau makanan. Mereka justru menawarkan fenomena tersendiri dalam menghidupkan suasana kota Jogja. Mereka hadir dengan barang-barang bekas baik onderdil mobil, sepeda motor, barang antik dan elektronik, dan barang-barang yang dianggap sebagian orang sebagai “barang rongsokan”.
Lihat saja di beberapa tempat di Jalan Asem Gede Kranggan, Kawasan Alun-alun Selatan, Pasar Beringharjo (sebelah selatan Toko Progo) juga di Jalan Pangeran Mangkubumi dapat kita temui pasar Senthir atau kerap disebut pedagang klithikan. Sebenarnya disamping keempat tempat itu, masih banyak tempat-tempat baru yang dijadikan ajang mangkal para pedagang klithikan. Namun, tampaknya Jalan Mangkubumi memiliki porsi lebih menguntungkan dibanding tempat-tempat lain. Begitu petang tiba suasana di ruas Jalan Mangkubumi, tepatnya di trotoar jalan sebelah barat pun berganti. Bukannya bertambah sepi tetapi justru bertambah semarak. Trotoar yang pada siang hari nyaris tidak ada aktivitas, juga jalur lambat hanya untuk lewat andong, becak, berubah total pada malam hari.

Satu persatu pedagang Klithikan menggelar barang dagangan di trotoar barat Jalan Mangkubumi di depan pertokoan atau perkantoran yang sudah pada tutup menjelang petang. Dengan alas karpet plastik mereka menggelar dagangannya satu per satu. Mulai dari pedagang onderdil sepeda onthel, sepeda motor, mobil, pakaian bekas, barang-barang elektronik bekas, sampai para pejual VCD semua tumplek bleg jadi satu di trotoar, kalau dihitung jumlahnya bisa mencapai puluhan bahkan lebih.

Begitu pula dengan pedagang klithikan di Asem Gede yang terletak di sebelah Utara Jalan Diponegoro, tempatnya tidak jauh dari Pasar Kranggan yang ada di sebelah barat Tugu Pal Putih. Aneka ragam barang khas klithikan ada mulai sepeda onthel, elektronik, handphone, pernak-pernik, perabotan rumah tangga, sepatu, sendal, semua dijejer hingga ke trotoar Jalan Diponegoro. Tak ada yang tahu pastinya kapan pedagang klithikan mulai menempati kawasan tersebut. Supriyono, salah satu pedagang elektronik mengatakan barang yang dijual bermacam-macam, mulai onderdil sepeda motor hingga komponen elektronik juga ada. Tapi namanya juga klithikan, jadi barang yang dijual adalah barang seken atau second hand, meski begitu ada pula barang-barang baru dengan harga terjangkau.

Sekitar pukul 22.00 lewat, para pedagang satu persatu mulai mengemasi dagangannya dan beranjak pulang meninggalkan jantung kota Jogja. Selepas itu, kawasan jalan Mangkubumi pun kembali sepi hingga pagi hari. Hanya beberapa penjual makanan, pedagang gudeg dan pedagang angkringan yang masih bertahan di sekitar Tugu hingga dini hari.
Sempat pula berjaya pedagang klithikan di pasar Beringharjo tepatnya di selatan toko Progo, yang kerap di sebut pasar senthir. Disana masih ada sebagian yang bertahan, sisanya pedagang-pedagang di lokasi ini pindah menjadi satu di Jalan Mangkubumi. Disebut pasar senthir sebab pada awal-awal pedagang menggelar dagangannya dengan diterangi lampu senthir, maka disebutlah sebagai pasar senthir. Hanya saja, dalam pekermbangannya sudah beralih dengan memakai petromaks dan lampu listrik.

Belakangan tersiar kabar pedagang-pedagang klithikan yang menempati lokasi tersebut akan dipindah ke Kuncen. Selama lebih dari tiga puluh tahun Kuncen adalah pasar hewan, namun kondisinya semakin merana, kemudian dipindah karena dinilai tidak memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan dan mengganggu lingkungan sekitar. Yah, maklum saja, letak pasar Kuncen di tengah kompleks pemukiman penduduk di kampung Kuncen, tepatnya di sisi timur Jalan HOS Cokroaminoto dari perempatan Wirobrajan ke arah utara sekitar 500 meter. Menurut penuturan Achmad, salah satu warga Kuncen mengatakan mereka yang bertransaksi kebanyakan berasal luar kota Jogja. Hewan-hewan yang diperjual belikan meliputi sapi, kambing, kerbau dan kuda. Pasar hewan kuncen memiliki luas 6000m2 yang mampu menampung sekitar 500 hewan dalam sekali pasaran. Dengan hijrahnya pedagang klithikan diharapkan akan semakin “menolong” tingkat perekonomian golongan kecil. Juga akan menumbuhkan komunitas tersendiri bagi masyarakat yang membutuhkan. Karena status di formalkan, pedagang akan lebih memiliki jaminan keamanan dan kelayakan berdagang.

Pemerintah Kota Yogyakarta akan merealisasikan pasar di lokasi eks Pasar hewan Kunchen akhir 2007 ini, setelah pasar Kunchen selesai dibangun, dengan memberikan bantuan dana sebesar 7 miliar. Kalau sudah pindah, sepanjang Jalan Mangkubumi akan difungsikan sebagai ruang publik bagi warga Jogja. Dimana sepanjang Jalan Mangkubumi akan ditanam pohon perindang, mengingat selama ini, Kota Jogja sedikit memiliki ruang publik di tengah kota. Bagi warga Jogja, Kenangan pasar senthir sangat membekas karna kenangan akan pasar senthir adalah kenangan akan suasana Jogja yang sesungguhnya.

Penulis,Materi dan Editing: Leo Kapisa
Nim: 153070176

0 komentar:

 
kapizza © 2007 Template feito por Templates para Você